.

Selamat Datang di Blog Education_Life jangan lupa berikan comment dan komentar anda.

Selasa, 22 Juni 2010

Garis Besar Pendidikan Indonesia

Halo blogger and reader ! Sekali lagi artikel yang mengkritik Indonesia. Manusia, manusia dan manusia. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling unik, mulia dan memiliki akal dengan potensi tersendiri yang tidak ada habisnya bila dikembangkan secara benar. Dalam hidupnya semua manusia harus memenuhi kebutuhannya yang terkadang tidaklah mudah, diperlukan perencanaan dan pemikiran yang matang, adanya adaptasi dalam globalisasi membuat seorang manusia harus terus berkembang dan berkembang hingga membentuk sebuah peradaban yang paling unggul. Jika berbicara peradaban yang unggul pastilah kita akan berbicara tentang pendidikan. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidikan adalah hal yang penting.Sebagaimana yang diungkapkan Daoed Joesoef tentang pentingnya suatu pendidikan : "Pendidikan merupakan segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia" Dan tentulah dari pernyataan tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: "pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan negara" Namun satu pertanyaan, sudahkah pendidikan kita seperti yang tercantum dalam UU tersebut? Berikut adalah permasalahan yang terjadi di Indonesia sehingga merusak impian para pendahulu.
1. Tri Pusat PendidikanIndonesia khususnya. Ki Hajar Dewantara telah menciptakan sebuah konsep unggulan yang bisa menjadi dasar agar Indonesia keluar dari terpuruknya pendidikan yaitu Tri Pusat Pendidikan. Tri Pusat mengandung makna bahwa yang harus menjadi fokus adalah tiga elemen, yaitu Keluarga, Masyarakat dan Lembaga Pendidikan. Masing-masing dari mereka memiliki fungsi tersendiri yang tidak boleh dilalaikan namun sayang seribu sayang dua dari tiga unsur hanya sekedar mengikuti dan seakan menjalankan tugasnya saja padahal kuncinya adalah keharmonisan antara ketiga unsur tersebut dan semuanya menjalankan apa-apa yang seharusnya. Keluarga dan Masyarakat di Indonesia seakan tidak menjalankannya, dan malah menyerahkan segalanya pada Lembaga Pendidikan dengan begitu Indonesia hanya menjalankan Tunggal Pusat Pendidikan alhasil sebuah paradigma baru telah terbentuk dalam warga Indonesia sebuah anggapan bahwa "Tidak sekolah tidak sukses" telah muncul dalam benak mereka. Terlalu berorientasi pada lembaga pendidikan ! Sungguh tidak bisa diharapkan !
2. "Orang miskin dilarang sekolah". Begitulah anggapan sebagian besar kalangan. Mengapa pendidikan Indonesia seakan-akan tidak tulus dalam memberi ilmu pengetahuan? Bagaimana bisa sebuah lembaga pendidikan yang digunakan untuk menimba ilmu justru dijadikan sebagai ladang uang dan sumur kekayaan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab? Yang akhirnya orang-orang yang tidak mampulah yang terkena imbasnya. Padahal pendidikan adalah hak setiap insan. Pemerintah telah menyadari hal itu, namun rasanya masih saja usaha mereka yang mendengungkan bantuan-bantuan yang meringankan beban seperti BOS belum mampu mengeluarkan siswa dari kejamnya keadaan yang membawa mereka masuk dalam kesedihan dan keterpurukan, juga belum mampu memancarkan senyum siswa-siswa, kebanyakan karna oknum-oknum itu.
3. Rendahnya Mutu Pendidikan. Dalam masalah kali ini saya mengangkat beberapa poin diantaranya : sekolah yang rapuh, rendahnya kualitas guru dan hancurnya kurikulum yang berlaku. Sekolah di Indonesia seakan terlihat begitu elitis namun sebenarnya begitu rapuh, tak jarang kita temui sekolah yang tiba-tiba ambruk padahal tidak ada angin dan tidak juga hujan, siswa yang belajar diluar sekolah karna gedung yang tak menunjang pembelajaran. Siswa yang belajar dipinggir jalan tol karna menurut mereka tempat itu lebih aman daripada gedung sekolah mereka sendiri, sungguh sebuah kritikan pedas pada pemerintah. Bagaimana mungkin seorang anak bisa berkata seperti ini ketika ditanya cita-citanya "Ah Gak tau deh, sekolahnya aja ambruk, mau punya cita-cita mimpi kali".
Lalu guru, pada "mulanya" guru dianggap sebagai profesi yang mulia, berbudi luhur, berilmu, baik hati, dan sebagainya. Namun sayang banyak ditemukan berbagai guru yang hanya sekedar mengajar dan belum layak dikatakan sebagai guru bermutu. Begitu pula disekolah saya, masih bisa saya sebutkan beberapa guru yang cara mengajarnya hanya berasal dari buku tanpa ada kreativitas, lalu ada juga seorang guru yang mengajar dengan gaya bank seperti istilah yang dilontarkan Freire. Yakni guru mengajar, murid diajar. Guru mengetahui, murid tidak mengetahui apa-apa. Guru menerangkan, murid mendengarkan. Komunikasi sebatas guru dan murid, benar-benar monoton dan membuat bosan murid-murid termasuk saya sendiri.
Lalu ada juga kurikulum yang begitu miris. Kurikulum yang digant-ganti seakan menjadi kebingungan tersendiri pada para pendidik maupun peserta didik. Siswa seakan menjadi kelinci percobaan kurikulum mana yang dianggap lebih besar dampaknya pada mutu pendidikan. Ya mungkin kalian juga dapat mengerti hal ini.

0 komentar:

Posting Komentar