Pembelajaran kooperatif two stay two stray adalah teknik pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong anggota kelompok untuk memperoleh konsep secara mendalam melalui pemberian peran pada siswa. Teknik belajar-mengajar ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan biasa digunakan bersama dengan teknik NHT (teknik kepala bernomor). Teknik ini biasa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain (Lie, A., 2008)
Pembagian kelompok dalam pembelajaran kooperatif two stay two stray memperhatikan kemampuan akademis siswa. Guru membuat kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaah kelas karena masing-masing kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok ( Jarolimek & Parker dalam Isjoni, 2009).
Menurut Lin. E. (2006) kelompok pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 4 orang diberi nomor 1, 2, 3 dan 4 dan masing-masing memiliki peran sebagai berikut:
Nomor 1 sebagai pemimpin/manajer yang mengatur kelompok dan memastikan anggota menyelesaikan perannya dan bekerja secara kooperatif tepat pada waktunya.
Nomor 2 sebagai pencatat yang mencatat jawaban kelompok dan hasil diskusi.Nomor 3 sebagai teknisi/mengatur bahan yang mengumpulkan bahan untuk kelompok dan membuat analisis teknik untuk kelompok.
Nomor 4 sebagai reflektor yang memastikan bahwa semua kemungkinan telah digali dengan mengajukan pertanyaan: ada ide lain? Serta mengamati dinamika kelompok.
Cara Belajar Kooperatif Two Stay Two Stray Cara belajar kooperatif two stay two stray (dua tinggal dua tamu) menurut Lie, A. (2008) sebagai berikut:
- Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
- Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok lain.
- Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
- Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
- Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Pada pembelajaran kooperatif two stay two stray setiap kelompok terdiri dari 4 orang, keempat orang (A,B,C,D) bersama-sama mengkaji suatu bahasan, kemudian siswa B dan C meninggalkan kelompok untuk bertamu ke dua kelompok lainnya. Sementara siswa A dan D tinggal dalam kelompok dan bertugas memberikan informasi hasil kerja kelompok kepada tamu yang datang dari dua kelompok lain.
Bagan Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Keterangan:
Siswa B dan C bertugas mencari informasi artikel yang tidak dibahas oleh kelompoknya dan berbagi hasil diskusi dengan kelompok yang dikunjungi.
Siswa A dan D bertugas memberikan informasi mengenai artikel yang telah dibahas oleh kelompoknya kepada tamu yang berkunjung.
Siswa A dan D bertugas memberikan informasi mengenai artikel yang telah dibahas oleh kelompoknya kepada tamu yang berkunjung.
Pembelajaran kooperatif two stay two stray digunakan untuk mengatasi kebosanan anggota kelompok, karena guru biasanya membentuk kelompok secara permanen. Two stay two stray memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Menurut Lie, A. (2008) membentuk kelompok berempat memiliki kelebihan yaitu kelompok mudah dipecah menjadi berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banyak tugas yang bisa dilakukan dan guru mudah memonitor. Kekurangan kelompok berempat adalah membutuhkan lebih banyak waktu, membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, jumlah genap menyulitkan proses pengambilan suara, kurang kesempatan untuk kontribusi individu dan mudah melepaskan diri dari keterlibatan.
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif two stay two stray tidak berbeda dengan pembelajaran kooperatif tipe lainnya. Siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok. Siswa saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes kemudian masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Nilai kelompok dapat diperoleh dari nilai terendah yang didapat oleh siswa dalam kelompok atau diambil dari rata-rata nilai semua anggota kelompok dari “sumbangan” setiap anggota. Nilai kelompok juga dapat diperoleh dari sumbangan poin di atas nilai rata-rata mereka, hal ini untuk menjaga rasa keadilan dan mengurangi perasaan negative (merasa dirugikan) oleh siswa yang lemah. Contoh penilaian pembelajaran kooperatif menurut Lie, A. (2008) digambarkan dalam tabel di bawah ini:
Nama | Nilai Rata-rata | Nilai Tes Sekarang | Nilai Akhir | Nilai Untuk Kelompok |
Ima | 72 | 75 | (72+75):2= 73,5 | 3 |
Petrus | 62 | 50 | (62+50):2= 56 | 0 |
Yayuk | 60 | 65 | (60+65):2= 62,5 | 5 |
Eva | 95 | 80 | (95+80):2= 85 | 0 |
Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray Dalam IPA
Pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif bagi siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Trianto, 2007).
Tujuan yang dapat dicapai dari pembelajaran kooperatif, yaitu :
- Peningkatan kinerja akademik
- Penerimaan terhadap keragaman (suku, sosial, budaya, kemampuan, dsb)
- Keterampilan bekerjasama atau kolaborasi dalam pemecahan masalah
Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Temuan tersebut membuktikan hakikat dari ketiga struktur tersebut dalam meningkatkan prestasi akademis serta mengubah pandangan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Tujuan kedua yang dicapai dari model pembelajaran kooperatif ini ialah penerimaan terhadap sesama siswa yang berbeda berdasarkan latar belakang suku, sosial, budaya dan kemampuan. Hal ini memberi kesempatan yang sama kepada semua siswa terlepas dari latar belakang serta menciptakan kondisi untuk bekerjasama dan saling ketergantungan yang positif satu sama lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Selain itu, melalui penerapan ketiga struktur tersebut, para siswa belajar untuk saling menghargai satu sama lain.
Tujuan ketiga yang dicapai dari pembelajaran kooperatif ialah mengajarkan keterampilan bekerjasama atau kolaborasi dalam memecahkan permasalahan. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat; sebagian kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling bergantungan satu sama lain dan dinamika di masyarakat secara budaya semakin beragam.
Memimpin pembelajaran kooperatif mengubah peranan guru dari sebagai pusat pembicara atau pembicara utama menjadi koreografer dalam aktivitas kelompok kecil, kelompok kelas kecil menimbulkan suatu tantangan pengelolaan bagi guru. Guru harus membantu siswa melakukan transisi di dalam kelompok kecil, mengatur kelompok kerja dan mengajarkan keterampilan penting yaitu keterampilan sosial dan keterampilan kelompok.
Reference:
Isjoni. (2009). Cooperative Learning (Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok). Bandung: Alfabeta.
Lie, A. (2008) Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Lin, E. (2006). “Cooperative Learning in The Science Classroom”. The Science Teacher. 73 (5). 34-39
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Lie, A. (2008) Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
Lin, E. (2006). “Cooperative Learning in The Science Classroom”. The Science Teacher. 73 (5). 34-39
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar