Setiap hari dan setiap saat kita menjalani kehidupan dengan apa adanya dan bahkan banyak yang mengeluh dengan keadaanya, namun kita tidak mengerti arti sebuah kehidupan. Hidup adalah sesuatu yang pasti yang tak dapat bisa kita sangkal lagi. Kehidupan datang tanpa ada yang dapat menyangkalnya. Diinginkan atau tidak Dia akan datang tanpa permisi terlebih dahulu, itulah kehidupan. Kehidupan ada di luar batas pemahaman kita sebagai manusia dan yang hanya tahu adala Hyang Widi Wasa serta segala bentuk ekspresi kehidupan juga tidak bisa diketahui. Kita sebagai manusia hanya tahu dan menganalisisnya pada akibatnya saja. Segala bentuk nilai, filsafat, dan kegiatan manusia hanya ada dalam akibat eksistensinya selalu berada dalam misteri.
Upaya dalam menyingkap sebuah misteri kehidupan, diperlukan berbagai metode dan cara untuk mengetahuinya. Banyak metode dan cara yang dilakukan untuk mengetahuinya, namun yang terpenting adalah agama, pengetahuan, spiritualitas, dan metode lainnya. Meskipun demikian, kehidupan tetaplah sebagai sebuah misteri. Mungkin dengan memperdalam agama, pengetahuan dan pengalaman yang diperole dari kehidupan yang mampu merainya tetapi, tetap saja dengan kebenaran yang telah ditemukan tidak dapat diajarkan dan tak pernah terungkap dengan kata-kata. Kitap suci (weda) yang dituliskan oleh para Resi yang memperoleh wahyu dari Hyang Widi Wase kemudian menjelaskan kebenaran itu. Sehingga kita harus mempelajari agama dengan memperdalam dan membaca Kita Suci yang didukung dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang kita peroleh dari keidupan sehari-hari.
Dalam dunia ini segala sesuatau yang ada akan selalu mengalami perubahan atau evolusi. Perubahan sudah menyentuh orientasi atau fokus dari manusia, termasuk orientasi manusia yang cenderung kepada materi semata dan mengenyampingkan dharma.
Karmany evadhikāras te
Mā phalesu kadācana
Mā karma-phala-hetur bhūr
Mā te sango’stv akarmani
“Berbuatlah hanya dengan kawajibanmu, bukan hasil perbuatan itu (yang kau pikirkan), jangan sekali-kali pahala menjadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri tanpa kerja”
(Bhagawad Gītā, II-47)
Yoga-sthah kuru karmāni
Sangam tyaktvā dhanañjaya
Sidhhy-asiddhyoh samo bhūtvā
Samatvam yoga ucyate
”Pusatkan pikiranmu pada kerja tanpa menghiraukan hasilnya, wahai Dananjaya (Arjuna), tetaplah teguh baik dalam kerberhasilan maupun kegagalan, sebab keseimbangan jiwa itulah yang disebut yoga”
(Bhagawad Gītā, II-48)
Sangam tyaktvā dhanañjaya
Sidhhy-asiddhyoh samo bhūtvā
Samatvam yoga ucyate
”Pusatkan pikiranmu pada kerja tanpa menghiraukan hasilnya, wahai Dananjaya (Arjuna), tetaplah teguh baik dalam kerberhasilan maupun kegagalan, sebab keseimbangan jiwa itulah yang disebut yoga”
(Bhagawad Gītā, II-48)
Dalam kutipan sloka diatas dijelaskan bahwa akibat suatu perbuatan telah ada atau Inheren, karena itu janganlah berbuat atau berusaha untuk motif mencari keuntungan dari hasil kerja karena bila didasarkan pada satu motif, akibatnya ada dua yaitu;
1. Kekecewaan atau penderitaan kalau tidak tercapai karena terikat oleh motif itu.
2. Tidak akan berbuat sesuatu karena tidak memberikan keuntungan pribadi.
Manusia yang beroriantasi pada materi bukanlah sesuatu yang salah. Tetapi kalau orientasi manusia terhadap materi itu sudah terlalu besar atau berlebihan, maka akan menjadi sesuatu yang tidak baik. Sebab dalam, ajaran agama Hindu, kita diberikan nasihat mencari artha yang berlandaskan dharma. Jadi tujuan hidup kita atau orientasi kita hidup tidak semata-mata mencari artha atau materi semata, tetapi tetap mengedepankan dharma.
Mungkin banyak faktor yang melatarbelakangi semua hal tersebut sehingga manusia cenderung berorientasi pada materi atau artha, namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor Internal dan Eksternal. Faktor Internal adalah faktor yang muncul karena dorongan dari dalam diri individu itu sendiri, seperti nilai-nilai kebenaran yang dipelajari atau didapat yang berasal dari ajaran agama yang ditanamkan atau diperoleh sejak dini. Faktor Eksternal merupaka dorongan dari luar individu itu sendiri, faktor ini yang lebih banyak mempengaruhi perubahan manusia, seperti kebutuhan dan keinginannya akan barang yang tersedia begitu banyak (yang tentunya harus dibeli dengan uang). Perubahan globalisasi dan perkembangan zaman serta teknologi yang menyebabkan manusia hanya berorientasi hanya kepada artha, kurangnya penanaman nilai-nilai moral yang baik atau penanaman budi pekerti di lembaga-lembaga pendidikan dari tikngkat dasar sampai tinggi.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menghadapi globalisasi dan perkembangan zaman adalah dengan membentengi diri dengan ajaran agama yang kuat. Penanaman nilai-nilai agama, moral dan budi pekerti dari sejak dini sampai ke pendidikan tinggi harus lebih diintensifkan, dan tentunya diikuti dengan pemberian contoh oleh para guru dan orangtua, serta dilakukan evaluasi sikap siswa dalam kesehariannya dengan memberikan suatu reward and punishment. Kalau nilai-nilai baik itu sudah berhasil kita tanamkan sedari kecil dan mampu melekat dalam jiwanya, tentunya kondisi itu akan terbawa sampai mereka dewasa. Walaupun nantinya ada berbagai perubahan lingkungan yang memiliki dampak negatif, seperti arus globalisasi, beredarnya beragam produk yang menggiurkan, orientasi materi tersebut tetap dilandasi dengan dharma. Jadi apa yang menjadi tujuan hidup masyarakat Bali mencari artha berlandaskan dharma tetap dapat dipertahankan.
1. Kekecewaan atau penderitaan kalau tidak tercapai karena terikat oleh motif itu.
2. Tidak akan berbuat sesuatu karena tidak memberikan keuntungan pribadi.
Manusia yang beroriantasi pada materi bukanlah sesuatu yang salah. Tetapi kalau orientasi manusia terhadap materi itu sudah terlalu besar atau berlebihan, maka akan menjadi sesuatu yang tidak baik. Sebab dalam, ajaran agama Hindu, kita diberikan nasihat mencari artha yang berlandaskan dharma. Jadi tujuan hidup kita atau orientasi kita hidup tidak semata-mata mencari artha atau materi semata, tetapi tetap mengedepankan dharma.
Mungkin banyak faktor yang melatarbelakangi semua hal tersebut sehingga manusia cenderung berorientasi pada materi atau artha, namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor Internal dan Eksternal. Faktor Internal adalah faktor yang muncul karena dorongan dari dalam diri individu itu sendiri, seperti nilai-nilai kebenaran yang dipelajari atau didapat yang berasal dari ajaran agama yang ditanamkan atau diperoleh sejak dini. Faktor Eksternal merupaka dorongan dari luar individu itu sendiri, faktor ini yang lebih banyak mempengaruhi perubahan manusia, seperti kebutuhan dan keinginannya akan barang yang tersedia begitu banyak (yang tentunya harus dibeli dengan uang). Perubahan globalisasi dan perkembangan zaman serta teknologi yang menyebabkan manusia hanya berorientasi hanya kepada artha, kurangnya penanaman nilai-nilai moral yang baik atau penanaman budi pekerti di lembaga-lembaga pendidikan dari tikngkat dasar sampai tinggi.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menghadapi globalisasi dan perkembangan zaman adalah dengan membentengi diri dengan ajaran agama yang kuat. Penanaman nilai-nilai agama, moral dan budi pekerti dari sejak dini sampai ke pendidikan tinggi harus lebih diintensifkan, dan tentunya diikuti dengan pemberian contoh oleh para guru dan orangtua, serta dilakukan evaluasi sikap siswa dalam kesehariannya dengan memberikan suatu reward and punishment. Kalau nilai-nilai baik itu sudah berhasil kita tanamkan sedari kecil dan mampu melekat dalam jiwanya, tentunya kondisi itu akan terbawa sampai mereka dewasa. Walaupun nantinya ada berbagai perubahan lingkungan yang memiliki dampak negatif, seperti arus globalisasi, beredarnya beragam produk yang menggiurkan, orientasi materi tersebut tetap dilandasi dengan dharma. Jadi apa yang menjadi tujuan hidup masyarakat Bali mencari artha berlandaskan dharma tetap dapat dipertahankan.
0 komentar:
Posting Komentar